23 Mei 2020

Merayakan Lebaran Tanpa Perayaan


Halo teman pembaca! Apa kabar? Semoga selalu dalam keadaan sehat yaa.

Genap sudah 30 hari kita menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadhan. Menyambut malam 1 Syawal, gema takbir berkumandang dari segala penjuru masjid. Meski takbiran tahun ini dirasa kurang ramai dengan riuh suara bocah-bocah yang ikut melafazkan asma Allah, tapi tidak mengurangi esensi dari takbiran itu sendiri.

Idul Fitri tahun ini memang berbeda. Sejak pandemi Covid-19 menyerang hampir seluruh pelosok Bumi, banyak aktivitas yang terpaksa harus dilakukan di rumah, termasuk beribadah. Tidak ada yang menggelar sholat Ied di masjid esok pagi, khususnya untuk daerah yang termasuk dalam zona merah. Tidak ada khutbah setelah sholat tahun ini. Sholat Ied di rumah saja.

Lebaran tahun ini memang berbeda. Meski bagi sebagian orang dirasa mungkin sama saja. Berita beberapa hari ini yang sempat ramai dimana orang-orang berkerumun di pusat perbelanjaan baik yang sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan membeli "baju lebaran". Tapi untuk sebagian yang lain, lebaran tahun ini sungguh berbeda. Bagi para perantau yang sedang berjuang menuntut ilmu, yang berjuang menjemput rezeki, yang terpaksa menahan diri untuk tidak pulang kampung atau mudik atau apapun itu istilahnya, karena berusaha untuk saling menjaga dan dijaga agar tidak menularkan virus Corona dengan keluarganya.

Temen pembaca, tetap semangat yaa.

Lebaran tahun ini mungkin dirayakan tanpa perayaan seperti biasanya. Menyambut saudara-saudara dari luar kota yang hanya ditemui setahun sekali, saat lebaran saja. Rumah yang biasanya sepi kemudian ramai dengan banyak orang. Segala peralatan untuk tidur digelar di ruang tamu atau keluarga. Meski berdesakan yang penting nyaman untuk ngagoler. Nenek dan Mama yang sibuk hingga tengah malam menyiapkan sajian untuk dinikmati setelah sholat Ied. Tahun ini tertunda dulu.

Sejak shubuh rumah sudah ramai dengan antrian orang menuju kamar mandi. Adik-adik yang kecil sudah rapi dan wangi dengan baju kokonya. Berlari di depan rumah menanti sholat Ied tiba. Aku yang biasa mandi lama selalu dapat giliran terakhir setelah semua orang di rumah sudah bersiap. Kemudian bergegas ke masjid menyusul saudara-saudaraku yang lain. Sholat 2 rakaat dan mendengarkan khutbah, dilanjutkan dengan salam-salaman dengan tetangga. Tahun ini tidak dulu.

Kemudian sungkeman, saling meminta maaf dan memaafkan dengan Mbah Uti dan Mbah Akung, Papa dan Mama, Pakde dan Bude, Om dan Tante, dan persepupuan yang lain. Dilanjutkan dengan berbagi rezeki dari yang sudah bekerja untuk yang masih sekolah. Tak lupa menghabiskan kue yang ada di meja tamu, yang niatnya diberikan untuk yang berkunjung namun ludes dihabiskan tuan rumah. Tahun ini mungkin tak seramai tahun lalu.

Selesai menghabiskan kue, kemudian bersiap menuju rumah Enin di Subang. Merayakan lebaran dengan keluarga Papa. Biasanya keluarga dari Bandung, Bogor, Jakarta, dan Tangerang berkumpul di rumah Enin di hari kedua. Tahun ini harus bersabar tidak kesana dulu. Bahkan nggak ziarah ke makam Engki dulu. Padahal ya rindu.

Okay tahaan, jangan baper dulu.

Tahun ini sepertinya memang harus menunda dulu segala yang biasa ada. Jalanan yang macet karena ribuan orang mudik. Stasiun dan terminal yang padat dengan penumpang yang hendak pulang ke kampung halaman. Rumah mendadak jadi open house dengan para tetangga. Makan ketupat dan opor dengan keluarga. Berbagi THR dengan saudara. Foto bersama. Tahun ini harus bersabar dulu.

Saling meminta maaf dan silaturahim virtual dengan keluarga dan sahabat menggunakan video call atau aplikasi conference jadi salah satu obat melepas segala rindu. Tentu saja ada yang kurang. Tapi tidak mengurangi makna dari Idul Fitri kali ini. Cuma jangan lupa siapkan paket data dengan kuota yang banyak, sinyal yang (semoga) kuat, dan baterai yang penuh. Jangan sampai lagi bincang-bincang seru, kemudian kuota habis, kan jadi nggak seru hehe.

Mungkin satu hal positif yang aku dapatkan ketika tidak kumpul keluarga besar pada lebaran tahun ini. Tidak akan ada yang tanya, "Kapan nikah?", "Udah ada cowoknya?", dan sebagainya dan sebagainya. Bukannya menghindar, tapi jawabanku akan selalu sama, "Mohon doanya Tante". Ketimbang bosen kan hehe.

So, untuk temen pembaca yang lebaran tahun ini bisa berkumpul dengan keluarga, selalu bersyukur. Temen pembaca yang merantau dan belum bisa pulang ke rumah, tetap semangat. Temen pembaca yang sampai saat ini masih berjuang sebagai garda terdepan menyembuhkan para pasien positif Covid-19, kalian pahlawan! Semoga semuanya sehat selalu ya.

Nggak bosan-bosannya aku mengajak temen pembaca untuk berdoa bersama semoga pandemi Covid-19 ini segera berlalu. Bisa kembali beraktivitas seperti semula. Bisa berkumpul lagi dengan keluarga. Aamiin.

Meski lebaran tahun ini berbeda, tetap kita rayakan dengan penuh kemenangan dan sukacita. Happy Eid Mubarak Temen Pembaca! :)

4 komentar:

  1. Ya mbak. Memang ditahan dulu sementara. Semoga pandemi cepat usai jadi bisa terbayar rindu ketemu keluarganya ya. Salam kenal juga (Andina-sunglowmama.my.id)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya ya mbak, semua serba ditahan termasuk menahan rindu buat ketemu keluarga di rumah.
      Aamiin, semoga pandemi ini bisa segera berlalu, biar kita bisa ketemu lagi sama orang-orang tersayang tanpa rasa khawatir lagi.

      Salam kenal juga Mbak Andina :)

      Hapus
  2. lebaran tahun ini beds, meskipun di kota saya memang masih dibolehkan solad ied tp ga bisa mudik. kami menahan diri, palingan je tetangga terdekat aja, tp ya euforia lebarang masih ada, hanya saja interaksi langsung berkurang. semoga lebaran tahun depan bisa normal kembali

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, rasanya ada yang kurang di Lebaran tahun ini. Kalau di saya malah tidak ada sholat Ied di masjid, semua dilakukan di rumah. Semoga meskipun hanya lewat video call dengan keluarga yang jauh, sedikit mengobati rasa rindu.
      Aamiin, semoga pandemi ini segera berakhir, dan kita bisa melakukan banyak aktivitas lagi seperti dulu.

      Hapus