2 Desember 2013

Seratus Rupiah yang Tak Berharga

Hari itu saya dan pacar ada pelatihan di Lab Kampus, karena tidak sempat sarapan di rumah masing-masing akhirnya kami membeli sarapan di luar. Kami membeli lalapan ayam di pinggir Jalan Jawa. Sedang asyik-asyiknya kami mengobrol, seorang wanita paruh baya dengan penampilan lusuh datang menghampiri saya. Dengan tas yang dirangkulnya dan tangan mengadah, dia meminta “belas kasihan” dari saya. Sekilas saya memandang beliau, melihat penampilannya, ”Kasian juga,” gumam saya. Langsung saya ambil dompet di tas, dan melihat ada 2 keping uang logam 100 rupiah di dalamnya. Awalnya mau saya ambil dan berikan semuanya, tapi pacar saya berkata, ”Jangan, satu aja”. Saya pun menurut, saya berpikir bahwa barangkali nanti ada orang seperti ini lagi datang pada saya. Saya berikan 1 keping uang logam 100 rupiah pada ibu itu. Dan tahu apa respon beliau? Uang 100 rupiah itu dibuang begitu saja di depan muka saya, dan beliau berlalu begitu saja. 

Saya yang melihatnya hanya diam saja. Saya mengalihkan pandangan pada pacar saya dan berkata, ”Kok gitu ibunya?”. Dia (pacar saya) bertanya, ”Gimana perasaan teteh (panggilan dia ke saya) abis digituin sama ibunya?”, ”Biasa aja tuh”, jawab saya datar. ”Kalo a sih, tersinggung digituin sama ibunya. Masa udah dikasih langsung dibuang, udah untung dikasih, kok nggak bersyukur gitu.” jawab dia sambil terus memandang tukang jualannya (hehe..). Benar juga sih, kalau dipikir-pikir masih untung ya saya kasih uang, walaupun cuma sekeping uang logam bernilai 100 rupiah, ketimbang nggak sama sekali. Apa sebegitu nggak berharganya uang 100 rupiah saat ini? Apa saya harus ngasih uang seribu rupiah, sepuluh ribu, atau 100 ribu untuk mereka? Padahal kerjaan mereka cuma minta-minta, nggak ada usaha yang memeras keringat dan otak mereka (ya palingan keringetan gara-gara kepanasan, hehe..).


Sebenernya udah banyak kan himbauan dari lembaga sosial untuk tidak memberikan sembarangan uang kepada golongan mereka. Bukan karena kita jahat atau gimana, hanya tidak ingin membiasakan mereka untuk hidup hanya dari belas kasihan orang lain tanpa ada usaha sedikitpun. Meskipun begitu, masih banyak masyarakat kita yang memberikan uang untuk mereka dengan alasan kasihan atau shodaqoh. Saya nggak mempermasalahkan tentang himbauan pemerintah atau kepedulian masyarakat terhadap mereka, yang nggak saya habis pikir adalah kenapa ibu itu membuang pemberian dari orang lain di depan yang memberinya? Apa uang 100 rupiah nggak cukup untuk digunakan untuk belanja dan makan? Coba bayangin, kalau ibu itu dapet uang 100 rupiah dari 10 orang, ibu itu dapet uang 1000 rupiah, gimana kalau 100 orang? Dapet kan 1 porsi lalapan, sama es tehnya pula (lhooo, jadinya kok makanan...) 

Kemudian saya membayangkan betapa kerasnya usaha orang tua saya dalam mencari nafkah untuk kehidupan keluarga, demi sesuap nasi, dan itu berawal dari 100 rupiah. Saya pun membayangkan ketika itu ayah saya yang rajin menabung di celengan (bahasa Indonesianya apa ya?), dari uang logam 100 rupiah sampai uang kertas 1000 rupiah. Beliau berkata, ”Mudah-mudahan bisa buat beli mobil ya Kak?”. Jika mengingat kata-kata beliau, rasanya ingin menangis. Betapa uang 100 rupiah itu berharga di keluarga kami, meski hanya 100 rupiah tapi kami kumpulkan sedikit demi sedikit demi impian kami untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik. 

Setelah kejadian itu, niatnya mau saya ambil kembali uang 100 rupiah itu. Pacar saya mengatakan jangan diambil. Sesuatu yang sudah diberi pamali kan untuk diambil lagi. Akhirnya saya tinggalkan uang 100 rupiah itu di jalan, dan berharap ada orang yang lebih membutuhkan uang 100 rupiah dibanding ibu paruh baya tadi.

1 komentar:

  1. kadang emang ga habis pikir dengan mereka para "pengemis" seperti cerita mbak... menurut saya mereka bukan miskin materi, tapi mentalnya yang udah miskin..sementara masih banyak juga para lansia sepuh yang masih susah payah mencari nafkah dengan pekerjaan yg semestinya dah ga cocok lagi dengan kondisi mereka...kuncinya memang ada pada kata "Bersyukur"..
    Kunjungan perdana ke sini, mo intip2 dulu ah rumahnya..boleh #mukamelas :D
    salam bloofers :)

    Nb: eh gabung di komunitasnye mpok irvi ya? :)

    BalasHapus